Bupala Karawang


Bupala Karawang adalah sekumpulan para pendaki gunung atau penjelajah alam liar yang berasal dari Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Didirikan pada tanggal 14 Februari 2004 di Karawang. Ada dua versi mengenai arti nama Bupala secara harfiah, yaitu:

  1. Nama Bupala berarti Bukan Pecinta Alam, kata “Bukan” tidak berarti tidak mencintai alam. Tetapi dalam pandangan kami, kita sebagai manusia adalah bagian dari alam itu sendiri dan sudah sepantasnya mencintai diri sendiri (alam). Pada kalimat Pecinta Alam terdapat subjek dan objek, yaitu manusia sebagai pecinta dan alam yang dicintai, padahal hakikatnya sama-sama makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Nama Bupala bisa diartikan juga sebagai Buka Palang Lalakon, diambil dari Bahasa Sunda sebagai bahasa kami sehari-hari, dalam Bahasa Indonesia berarti Buka Pintu Petualangan. Lebih dalam lagi, bisa diartikan sebagai pintu untuk memulai petualangan kehidupan, bersama-sama dalam ikatan tali silaturahmi.

Bupala didirikan oleh para petualang, diantaranya adalah Andiez, Acang, Alen, Sofyan, Ade, Dani, Agus, Eko. Basecamp kami awalnya di Perum Karang Indah, Karangpawitan. Kadang kami berkumpul di rumah teman-teman untuk silaturahmi dan merencanakan aktivitas Bupala kedepannya.

Pendakian pertama dan asal mula terbentuknya Bupala ketika mendaki Gunung Sanggabuana Karawang untuk pertama kalinya. Beberapa bulan kemudian ikut bergabung Jeje, Jhefank, Apip, dan saya yang terakhir.

Aktivitas pendakian rutin yang kami lakukan masih pada pegunungan di Kabupaten Karawang, diantaranya Gunung Sanggabuana, Gunung Rungking, dan Gunung Go'ong. Satu-satunya petualangan di luar Karawang yaitu di Pangandaran, tepatnya di Goa Rengganis, ketika itu Bupala masih berisi para pendiri, saya tidak bisa menceritakan kisahnya karena belum bergabung, hehe.


Gunung Sanggabuana, gunung inilah yang sering kami kunjungi, terhitung 5x lebih kami pernah bermalam di puncaknya. Biasanya kami berangkat siang hari dari Kota Karawang dan sampai di Loji sore hari, lalu menitipkan sepeda motor kami di rumah ketua RT setempat, dan menjelang malam kami memulai perjalanan menuju puncak Sanggabuana. Jalur pendakian menujunu puncak Sanggabuana terbilang cukup sulit, karena terdapat beberapa tanjakan yang jaraknya lumayan jauh, ditambah parit curam di kanan kiri. Ada beberapa nama tanjakan ikonik di jalur ini, yaitu Tanjakan Dua Jam dan Tanjakan Iteuk Monyet. Pendakian ke Puncak Sanggabuana sangat cocok untuk para pendaki pemula atau para Pramuka.

Ada dua puncak di Gunung Sanggabuana, puncak satu yang terdapat makam-makam yang sering dikunjungi para peziarah, ada sebuah warung dan mushola di situ. Puncak inilah yang sering dijadikan tempat berkemah. Dan puncak kedua adalah puncak yang terdapat sebuah rumah, yang dihuni oleh seorang nenek bersama anaknya, jarang ada yang berkemah di puncak dua itu, mungkin karena lokasinya yang kurang luas dan jauh dari sumber air.




Gunung Rungking, sebenarnya bukan gunung tapi bukit yang menjulang tinggi. Rungking sangat cocok untuk aktivitas Climbing, karena konturnya yang menjulang itu. Dulu di bawah gunung ini ada sebuah rumah milik Abah Koman, beliau adalah petani setempat sekaligus penunggu/kuncen gunung Rungking. Bilamana datang pengunjung atau para pecinta alam yang ingin memanjat Gunung Rungking, beliaulah yang memandu untuk naik ke puncak Gunung Rungking. Kebetulan waktu Bupala berkunjung ke sana, oleh bah Koman kita diizinkan untuk naik ke puncak Rungking dengan dipandu beliau. Dengan medan yang curam dan dengan bantuan akar-akar pohon untuk bergelantungan mirip Tarzan akhirnya kita sampai juga di puncak Rungking yang ternyata hanya sebidang tanah dan batu besar. Ditemani hembusan angin kencang kita berdoa di sana bersama bah Koman, lalu kita mengibarkan bendera Bupala di puncak Rungking itu yang tadinya juga sudah ada bendera-bendera Pecinta Alam lain. Tidak sampai 1 jam di sana, kita kembali turun dan bermalam di rumah Bah Koman.




Gunung Go'ong, terletak tidak jauh dari Gunung Rungking, kami mengunjunginya setelah dari Rungking, diantar oleh bah Koman menyusuri jalan setapak menyusuri kaki gunung-gunung. Sesampainya di Go'ong, kita beristirahat sejenak sambil merasakan suasana sore yang cerah. Ada cerita, katanya tanah di Gunung Go'ong bila diinjak akan bergema seperti kita memukul Go'ong, makanya dinamakan Gunung Go'ong. Di sana juga terdapat Monumen Sejarah Perjuangan RI, dahulu waktu jaman penjajahan banyak pejuang yang meninggal dibantai oleh pasukan pesawat Belanda di Gunung Go'ong itu.

Kami sempat menginap semalam di sebuah saung di kaki gunung Go'ong, dan ada kejadian menyeramkan ketika kami sedang ngobrol-ngobrol sambil ngopi di depan saung, tiba-tiba terdengar suara Babi Hutan tidak jauh dari kami, dan langsung saja kami masuk ke dalam saung dan tidak berani keluar lagi sampai pagi. 😁

Begitulah beberapa pengalaman saya menjelajah pegunungan di Karawang bersama tim Bupala, masih banyak cerita yang tidak bisa saya ceritakan lewat tulisan, akan lebih menyenangkan apabila diceritakan bersama teman-teman Bupala, sambil ngopi dan ngaliwet. 

Terakhir saya bertemu teman-teman Bupala (khususnya Kang Andiez) waktu peresmian kaos baru Bupala menjelang Tahun Baru 2018, dan itu pertemuan yang melewati perpisahan beberapa tahun lamanya, karena kang Andiez tinggal di Solo, kang Sofyan juga di Jakarta, kang Ade di Bandung, dan lain-lain.


Saya pikir, untuk bisa berpetualang bersama Bupala lagi kemungkinannya sangat kecil, karena masing-masing sudah berkeluarga, jarak dan waktu juga terbatas. Harapan saya semoga Bupala kedepannya bisa tetap bersilaturahmi meskipun tidak berpetualang ke alam liar lagi, cukuplah petualangan dahulu itu menjadi sebuah cerita kami bersama.

Terima kasih telah membaca tulisan saya yang carut marut ini, saya menulis di sini tidak sebagai blogger, tapi sekedar menulis beberapa kenangan yang saya alami. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan data atau cerita yang tidak sesuai, silahkan dikoreksi di kolom komentar.

NB:

Sosial Media BUPALA :

- Facebook : Bupala Karawang

- Twitter : @BupalaKarawang

- Instagram : bupala.karawang


Komentar